Aku dan Hikayat Pungguk itu: Pungguk Itu

Pungguk itu sudah setia di dahan itu,
Menanti dengan kerdip mata penuh kerinduan syahdu,
Melupakan perut yang berkeroncong belum terisi,
Padahal sore hanya akan tiba sekurang-kurangnya setengah jam lagi,

Pungguk itu kekal setia di dahan itu,
sambil memerhati anak-anak itik pulang petang,
sambil megimbau kenangan lalu,
dengan harapan agar dapat mengubat rindu menjadi-jadi,
pada yang sebentar lagi akan menampakkan diri,

Tatkala Sang Rembulan sudah tersenyum manja,
menjadi kegilaan sekelian umat pepungguk yang perasan,
Pungguk itu masih seperti tadi,
dalam hatinya terisi penuh pengharapan,
sambil di paruhnya terucap isi hati,

"Akulah Si Pungguk itu,
Pungguk yang amat aneh itu,
Tidak pernah tergila-gila menantikan kehadiran Sang Rembulan,
juga tidak pernah menangisi kerinduan kepemergiannya
Ada apa pada Sang Rembulan itu..."

Luahan Pungguk itu terhenti di situ,
dan menelan air liur yang tersekat di kerongkong,
dan matanya menjadi besar secara tiba-tiba,
memerhatikan sebuah kereta yang dengan perlahan melalui bawah dahan itu dan berhenti tidak jauh dari situ.

Hati Pungguk itu berdebar kencang tatkala pemandu kereta itu keluar dari keretanya.
Kerinduannya selama ini terasa seperti terubat dalam sesaat itu sambil hatinya bergetus

"Alangkah indahnya kalau aku adalah seorang manusia!"